"Foto perwakilan masyarakat kabupaten Oku di depan kantor Kejagung RI"
Baturaja,Detik35.Com
perwakilan masyarakat kabupaten ogan Komering ulu (OKU) Provinsi sumatera selatan lapor ke kejaksaan Agung Terkait Dana 7,7 Milyar Temuan BPK RI, Masyarakat kabupaten OKU Kembali sambangi kantor Kejaksaan Agung RI, meminta segera melakukan proses hukum terkait laporan masyarakat OKU tentang hasil temuan BPK terkait pemborosan keuangan negara pada kegiatan tunjungan rumah dinas DPRD Kebupaten OKU, sebesar Rp 5.924.358.950 dan tunjangan transfortasi sebesar Rp 1.889.600.000.
Adapun Total pemborosan dari dua sektor tersebut sekitar Rp7.775.958.350. Hal tersebut dijelaskan Heri Jaya saat disambangi awak media detik35.com di kantor Kejagung RI, Kamis (7/9/21).Heri Jaya putra berserta rekan-rekannya menjelaskan bahwa, kedatangan dirinya ke kantor Kejaksaan Agung RI khususnya ke Bagian Jamwas Kejagung RI ialah mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut.
"Kami menyampaikan agar segera melakukan proses penyidikan ke tahap yang lebih serius lagi, dari hasil temuan hasil audit BPK tahun 2021 tersebut , terkait pemborosan keuangan negara, pada kegiatan tunjangan rumah dinas DPRD Kebupaten OKU," ujarnya."Kami juga meminta agar Kejari OKU , sesegera mungkin untuk menetapkan tersangka dalam kasus tersebut," ujar Heri
Hasil temuan LHP BPK RI tersebut, kata Heri, sudah 2 tahun belum ada pengembalian terhadap kas daerah, sehingga dari itu mereka menduga bahwa kasus ini sudah tidak ada itikad baik oknum-oknum anggota DPRD tersebut untuk mengembalikan ke kas daerah.
"Iya kami berharap kepada Kejaksaan Agung RI melalui Jaksa Pengawas Muda Kejaksaan Agung RI agar tegak lurus dalam memproses permasalahan tersebut," pinta Heri.
Selain itu, bahwa berdasarkan penjelasan dari pihak Kejaksaan Agung RI melalui Jamwas Kejagung RI bahwa laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Inspektorat Sumsel wilayah dua Sumatera Selatan.
Hari ini juga, kami menyampaikan laporan secara langsung adanya dugaan harta kekayaan tidak wajar oknum anggota DPRD kabupaten OKU. dimana oknum anggota DPRD OKU tersebut memiliki harta kekayaan yang tidak didaftarkan ke LHKPN KPK RI,Kami menduga bahwa oknum anggota DPRD OKU tersebut memiliki lahan perkebunan lebih kurang seluas 1317 hektar. Serta memiliki perternakan kuda dan harta aset aset lainnya yang tidak didaftar ke LHKPN KPK RI," ujarnya lagi.
Sementara itu, Antoni mengungkapkan bahwa laporan tersebut sudah di sampaikan pada bulan Mei yang lalu, di kantor Kejaksaan Negeri kabupaten OKU, melalui aksi unjuk rasa, pada tanggal 08 Nei 2023 dengan Nomor surat 06/Lapdu/V/2023 . Namun, Sampai saat ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut. Sehingga mereka hari ini meminta kepada Jamwas Kejaksaan Agung RI, untuk segera mengarahkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan memproses permasalahan Tersebut.
"Kami berharap kepada Jamwas Kejaksaan Agung RI, agar segera mengarahkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan segera menaikkan status kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan. Karena berdasarkan SOP Kejaksaan, terget 14 hari di tingkat penyelidikan, yakni di tingkat membuat rencana jadwal penyidikan satu hari, penyusunan bahan ekspose dua hari, ekspose atau pemaparan satu hari dan pelaporan pemberkasan dua hari, hingga pemeriksaan tambahan. Sementara itu, untuk kelengkapan berkas perkara selama lima hari, sedangkan untuk tingkat penyidikan ditargetkan 21 hari dengan rincian, pemangilan dan pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka, keterangan ahli, keterangan adecharge (saksi meringankan)," papar Toni.
"Apalagi hasil audit BPK RI adalah hasil pemeriksaan lembaga negara yang bersifat final dan mengikat," tambahnya.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) , Dalam Pasal 4 UU Tipikor menyatakan, Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Penjelasan Pasal 4 UU Tipikor.
"Dalam pasal ini menyatakan bahwa, pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana Korupsi," tutup Toni.
(Kabiro oku/tim)