JAKARTA – Detik35. Com
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta buka suara terkait fenomena banyaknya anak-anak yang menjalani prosedur cuci darah dalam beberapa waktu belakangan ini.
Dokter spesialis anak RSCM Jakarta, Dr. dr. Eka Laksmi Hidayati mengungkapkan bahwa saat ini ada sekitar 60 pasien anak yang menjalani prosedur cuci darah di RSCM Jakarta. Dr. Eka mengatakan, prosedur yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah hemodialisis dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD).
“Kami tidak mengalami lonjakan [jumlah pasien anak], tapi memang kalau dilihat angkanya pasien-pasien kita cukup banyak, ya, karena di satu rumah sakit saja kami punya sekitar 60 anak yang harus menjalani cuci darah secara rutin,” ungkap Dr. Eka dalam siaran langsung melalui akun Instagram resmi RSCM (@rscm.official), Kamis (25/7/2024).
“Namun 60 itu tidak semuanya hemodialisis dengan mesin, tapi juga melalui perut (CAPD). Jadi, mereka tidak datang ke rumah sakit setiap minggu, tetapi hanya kontrol setiap bulan,” sambungnya.
Menurut Dr. Eka, jumlah pasien anak yang melaksanakan prosedur hemodialisis adalah sekitar 30 orang. Sebagai informasi, hemodialisis adalah prosedur untuk membersihkan darah dari limbah-limbah hasil metabolisme tubuh alias “mencuci darah” sebagai pengganti ginjal.
Terkait penyebab, Dr. Eka menegaskan bahwa banyaknya pasien yang melakukan prosedur cuci darah di RSCM Jakarta tidak berkaitan dengan peristiwa gagal ginjal akibat obat sirup mengandung etilen glikol.
Ada beberapa faktor penyebab anak harus menjalani prosedur cuci darah di RSCM Jakarta menurut Dr. Eka, salah satunya adalah gagal ginjal bawaan lahir.
“Anak-anak memang sebetulnya jarang mengalami gagal ginjal jika dibandingkan dengan orang dewasa,” jelas Dr. Eka.
“Penyebabnya juga berbeda dengan orang dewasa, yaitu kelainan bawaan yang bisa berupa bentuk ginjal ketika lahir yang tidak normal atau fungsinya yang tidak normal,” lanjutnya.
Dr. Eka mengatakan, salah satu kasus fungsi ginjal tidak normal yang sering dijumpai adalah sindrom nefrotik, yakni kondisi ketika glomerulus rusak sehingga banyak protein yang bocor dari darah ke dalam urin.
“Kemudian kelainan bawaan berupa bentuk biasanya ginjalnya berisi banyak kista. Jadi, tidak ada lagi jaringan yang sehat sehingga tidak bisa berfungsi. Itu juga bisa sejak dini meskipun tidak segera lahir,” kata Dr. Eka.
“Lalu juga ada disebabkan oleh sumbatan, ginjal yang terbentuk hanya satu sejak lahir dan ginjal yang satunya lahir kecil atau ada kelainan,” imbuhnya.
Adapun, banyaknya jumlah pasien anak tersebut terjadi karena RSCM Jakarta merupakan rumah sakit rujukan karena tidak semua rumah sakit di Indonesia menyediakan layanan cuci darah. Dengan demikian, pasien yang dilayani untuk cuci darah tidak hanya dari Jakarta dan Pulau Jawa, tetapi juga dari luar Pulau Jawa.
Obat Sirup Mengandung Etilen Glikol (EG)
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan berapa waktu lalu heboh obat sirup anak yang menyebabkan gagal ginjal. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat itu mengatakan, kemungkinan besar penyebab utama kasus gagal ginjal akut yakni obat sirup yang mengandung bahan kimia berbahaya.
Adapun pemerintah saat itu telah menarik peredaran obat sirup mengandung cemaran etilen glikol (EG) yang melebihi ambang batas aman.
“Penyebabnya kita sudah hampir kemungkinan besar ya, kemungkinannya tinggi sekali itu disebabkan oleh obat (sirup),” ujar Budi di GBK, Senayan, Jakarta, Senin (30/10/2022).
Menurut dia, sejak obat sirup yang mengandung cemaran EG ditarik, jumlah kasus gagal ginjal akut menurun.
“Karena begitu obat itu diberhentikan itu turunnya lebih dari 95 persen yang masuk ke rumah sakit dan obat-obat yang kita cari di rumah rumah sakit memang setelah kita periksa memang ada unsur kimia yang berbahaya,” ucap Budi.
Pemerintah juga telah menemukan obat untuk gagal ginjal akut pada anak tersebut, yakni Fomepizol. Budi pun mengungkapkan pemerintah telah mendapatkan tambahan obat Fomepizol dari berbagai negara, yakni 30 obat dari Singapura, 16 obat dari Australia, dan 200 obat dari Jepang.
“Jadi obat itu sudah kita distribusikan sekarang ke seluruh rumah sakit yang memiliki pasien. Dan mudah-mudahan kalau saya lihat sih kematiannya sudah jauh menurun dan mudah-mudahan bisa mendekati 0 kematiannya,” tutur dia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya melaporkan, kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak telah mencapai 269 kasus per 26 Oktober 2022. Dari jumlah tersebut, 73 orang masih menjalani perawatan, 157 orang meninggal dunia, dan 39 pasien sembuh.
Pemerintah juga telah menarik edaran 5 obat sirup yang mengandung cemaran EG di luar batas aman.
Berikut daftarnya:
- Termorex Sirup (obat demam) Produksi PT Konimex Nomor izin edar DBL7813003537A1 Kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu) Produksi PT Yarindo Farmatama Nomor izin edar DTL0332708637A1 Kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu) Produksi Universal Pharmaceutical Industries Nomor izin edar DTL7226303037A1 Kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Unibebi Demam Sirup (obat demam) Produksi Universal Pharmaceutical Industries Nomor izin edar DBL8726301237A1 Kemasan dus, botol @60 ml.
- Unibebi Demam Drops (obat demam) Produksi Universal Pharmaceutical Industries Nomor izin edar DBL1926303336A1 Kemasan dus, botol @15 ml. (Redaksi)