Jakarta -Detik35. Com
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menyatakan harapannya agar praktik politik uang di masa mendatang dipandang sebagai kejahatan serius yang setara dengan tindak pidana lainnya. Dalam pernyataan yang disampaikan di Jakarta pada 17 Oktober 2024, Bagja menegaskan bahwa politik uang tidak hanya melibatkan individu, tetapi juga tim kampanye dan kelompok lain yang terkait.
“Politik uang ke depan harus dianggap sebagai kejahatan berat. Ini bukan sekadar tindakan individu, tetapi melibatkan banyak pihak,” ujar Bagja. Ia menjelaskan bahwa Bawaslu sering kali menghadapi tantangan dalam menangani pelanggaran ini, terutama dalam hal pembuktian. “Kami ingin aktor utama dalam praktik ini dapat ditangkap, bukan hanya pelaku di tingkat bawah,” tambahnya.
Dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada), Bagja mengungkapkan bahwa penanganan pelanggaran politik uang lebih sulit. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa penerima suap juga dapat dijatuhi pidana, yang membuat masyarakat takut untuk melaporkan praktik tersebut.
Dampak jangka pendek dari politik uang, menurut Bagja, meliputi sanksi pidana dan administratif. Sanksi administratif bagi calon peserta pemilihan dapat lebih menakutkan, karena dapat mengakibatkan diskualifikasi. “Ini membuat para calon lebih berhati-hati, namun juga menciptakan rasa takut di masyarakat untuk melaporkan,” jelasnya.
Dari segi dampak jangka panjang, Bagja mengingatkan bahwa praktik politik uang dapat merusak demokrasi dan mengganggu fungsi pemerintahan. Ia menyoroti bahwa masalah ini dapat terlihat dari infrastruktur yang buruk dan pelayanan publik yang tidak memadai. “Politik uang akan mengakibatkan berkurangnya APBD dan APBN, yang berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik,” pungkasnya.
Bagja menekankan bahwa masyarakat harus lebih aktif dan berani melawan praktik politik uang, dan Bawaslu berkomitmen untuk memfasilitasi pelaporan pelanggaran ini dengan cara yang aman dan efektif.
(Redaksi)