Notification

×

Iklan

 


Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gibran Minta Rakor Kepala Daerah di Akmil, Peneliti: Tanda Kembalinya Militarisme dalam Pemerintahan

| November 09, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-08T17:40:18Z

Magelang, detik35. Com

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini mengajukan permintaan kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk menggelar rapat koordinasi (rakor) kepala daerah se-Indonesia di Akademi Militer (Akmil), Magelang. Permintaan ini memicu berbagai tanggapan dari kalangan pengamat politik dan masyarakat. Sebagian pihak menilai langkah tersebut sebagai simbol kembalinya pengaruh militarisme dalam struktur pemerintahan Indonesia, yang sebelumnya banyak dianggap sebagai bagian dari masa lalu Orde Baru.8/11/2024


Peneliti senior lembaga hak asasi manusia Imparsial, Bhatara Ibnu Reza, menyatakan bahwa langkah Gibran untuk menggelar rakor di Akmil mengingatkan pada kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang pernah memanggil jajaran kabinetnya untuk berkumpul di Akmil pada masa awal pemerintahannya. Menurut Bhatara, pemilihan Akmil sebagai lokasi untuk rakor tersebut menyiratkan adanya kecenderungan pemikiran yang lebih militaristik dalam pemerintahaan. “Kalau dalam konteks politik, ini menunjukkan bagaimana kembalinya pikiran militarisme ke dalam pemerintahan. Bahwa jika tidak ada unsur militarisme, seolah-olah itu tidak cocok. Ini indikasi bahwa militarisme mulai kembali,” ujarnya saat dihubungi.


Bhatara juga menambahkan bahwa jika tujuan dari rakor tersebut adalah untuk membangun kekompakan dan disiplin di kalangan kepala daerah, hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan dengan pendekatan militer. Menurutnya, kekompakan bisa dibangun di lingkungan sipil tanpa harus meniru pola pelatihan militer. “Kalau misalnya tujuannya adalah untuk kekompakan, apakah menjadi sivilian itu tidak bisa kompak? Di perguruan tinggi seperti ITB, UI, atau di tempat saya di Trisakti, kita bisa saling bekerja sama dengan baik tanpa harus meniru gaya militer,” jelas Bhatara.


Selain itu, kritik terhadap permintaan Gibran ini juga mencuat di kalangan masyarakat yang khawatir dengan munculnya kembali praktik-praktik pemerintahan yang lebih otoriter dan terpusat, seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Keputusan ini dianggap bisa memperburuk hubungan sipil-militer di Indonesia, yang telah lama berusaha dipisahkan pasca reformasi.


Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa rakor yang digelar di Akmil mungkin dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai disiplin dan kerja sama, yang dianggap penting dalam meningkatkan kinerja pemerintahan daerah. Namun, hal ini tetap menjadi perdebatan mengenai apakah pendekatan militer masih relevan dalam konteks pemerintahan sipil modern yang lebih mengedepankan demokrasi dan kebebasan.


Dengan polemik ini, langkah Gibran menjadi sorotan dalam konteks perkembangan politik Indonesia, serta munculnya kekhawatiran mengenai potensi kembalinya dominasi militer dalam pemerintahan.

(Redaksi) 

×
Berita Terbaru Update