Notification

×

Iklan

 


Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

"Tandur Pari: Tradisi Pertanian Jawa yang Tetap Mengakar di Era Modern"

| December 06, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-06T08:43:55Z

 

Detik35. Com

Tandur pari, sebuah istilah yang merujuk pada proses penanaman padi, adalah tradisi yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Jawa. Meski dunia pertanian kini semakin modern dengan teknologi canggih, kegiatan ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan pola hidup masyarakat pedesaan di Jawa.


Pada awalnya, tandur pari dimulai dengan persiapan sawah yang dibajak dan digenangi air, menciptakan kondisi yang sempurna bagi bibit padi untuk tumbuh. Setelah itu, para petani menanam bibit padi satu per satu, sebuah pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan dan keterampilan yang diwariskan turun-temurun. Proses ini tidak hanya mengandalkan keterampilan, tetapi juga membutuhkan kebersamaan dan gotong royong antarwarga, menjadikan kegiatan ini sebagai ajang pertemuan sosial yang mempererat tali silaturahmi.


Di era modern, meski teknologi pertanian telah berkembang pesat, banyak petani di Jawa yang masih mempertahankan cara-cara tradisional dalam proses tandur pari. Penggunaan mesin pembajak dan sistem irigasi yang lebih efisien kini menggantikan sebagian besar pekerjaan manual, namun tradisi menanam padi secara manual masih tetap dijaga, baik sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya, maupun sebagai cara untuk menjaga kualitas hasil pertanian.


Tandur pari juga memiliki makna yang lebih dalam bagi masyarakat Jawa. Selain menjadi simbol ketahanan pangan, kegiatan ini mencerminkan siklus kehidupan, di mana petani menanam benih dengan harapan akan mendapatkan hasil yang berlimpah dan memberi manfaat bagi banyak orang. Berbagai upacara adat, seperti selametan atau syukuran, sering kali digelar setelah proses penanaman padi sebagai bentuk rasa syukur dan doa agar panen nanti bisa melimpah.


Meski dunia pertanian terus berkembang, tradisi tandur pari tetap menjadi warisan budaya yang tidak bisa tergantikan. Di tengah arus modernisasi, kegiatan ini tetap menjadi simbol keberlanjutan, gotong royong, dan kearifan lokal yang akan terus hidup di hati masyarakat Jawa.

(Redaksi) 

×
Berita Terbaru Update