"Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi Diduga Batasi Akses Wartawan dan LSM, Tamu Wajib Serahkan KTP."
Bekasi, Detik35.Com — Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi diduga sengaja membatasi akses wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berusaha mengawasi atau mencari informasi terkait kebijakan dan program-program pendidikan di lingkungan dinas tersebut.
Tindakan ini mulai terungkap setelah beberapa Jurnalis dan perwakilan LSM yang berniat melakukan peliputan, harus melalui prosedur yang tidak biasa dan meragukan. Mereka diminta untuk menyerahkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan mengisi buku tamu sebagai syarat untuk memasuki gedung Dinas Pendidikan.
Praktik ini memunculkan berbagai pertanyaan terkait dengan transparansi dan akuntabilitas Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga publik yang seharusnya terbuka terhadap pengawasan. "Kami hanya ingin melakukan peliputan terkait program-program pendidikan, namun malah dipersulit dengan prosedur yang tidak lazim."
Kami merasa seperti sedang diawasi, dan hak kami untuk mendapatkan informasi publik seakan dibelenggu, ungkap salah seorang wartawan yang tidak ingin disebutkan namanya. "Kenapa kami harus menyerahkan KTP dan mengisi buku tamu hanya untuk mendapatkan informasi? Apa yang sebenarnya sedang disembunyikan?" tambahnya dengan nada kecewa berat.
Sumber yang mengetahui kebijakan ini mengungkapkan, bahwa langkah yang diambil Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi sangat selektif, terutama terhadap wartawan dan perwakilan LSM. Menurut mereka, kebijakan ini tidak disertai dengan penjelasan yang memadai kepada pengunjung, terutama yang memiliki hak akses informasi berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14/2008). UU ini menegaskan bahwa setiap lembaga pemerintah wajib menyediakan informasi yang transparan dan mudah diakses oleh publik, termasuk media massa dan organisasi masyarakat sipil yang memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan anggaran negara.
Tanggapan LSM: Pembatasan yang Mengkhawatirkan
Kritik tajam datang dari Timbul Sinaga, Sekretaris Jenderal LSM Forum Komunikasi Organisasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), yang membenarkan bahwa langkah yang diambil Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi memang bertujuan untuk membatasi akses informasi publik.
Sinaga mengungkapkan, bahwa Forkorindo telah mengirimkan surat klarifikasi konfirmasi kepada pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi pada bulan November 2024 terkait beberapa persoalan pendidikan di daerah tersebut. Namun, hingga kini tidak ada tanggapan resmi atau klarifikasi yang diterima.
"Kami datang ke Dinas Pendidikan untuk mempertanyakan surat klarifikasi yang kami kirimkan empat bulan lalu, tetapi yang kami hadapi justru kebijakan yang membatasi hak kami untuk mendapatkan informasi.
Bukannya diberi penjelasan, kami malah diminta menyerahkan KTP dan mengisi buku tamu seperti tamu yang tidak diinginkan," tegas Sinaga. Ia menambahkan, "tindakan ini sangat mencurigakan. Sebagai lembaga publik yang mengelola anggaran negara, Dinas Pendidikan seharusnya lebih transparan dan tidak menghalangi upaya pengawasan dari media dan LSM."
Timbul Sinaga juga menyoroti, bahwa langkah pembatasan ini jelas bertentangan dengan semangat keterbukaan yang dijamin oleh hukum. Ia menyebutkan bahwa tindakan tersebut bisa mencoreng citra Dinas Pendidikan yang seharusnya menjadi contoh dalam hal transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran ke publik.
Upaya Pengawasan yang Terhambat
Bukan hanya Forkorindo, sejumlah wartawan dari berbagai media juga merasakan hal yang sama. Beberapa Jurnalis mengungkapkan, bahwa mereka merasa kesulitan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait program-program pendidikan dan penggunaan anggaran publik.
Kami merasa terhambat dalam melakukan tugas jurnalistik kami. Prosedur yang diberlakukan sangat mengganggu, bahkan terkesan ada upaya untuk menutup-nutupi informasi yang seharusnya menjadi konsumsi publik," kata salah satu wartawan yang enggan disebutkan namanya.
Sebagai bentuk protes, Forkorindo berencana untuk mengajukan permohonan resmi kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi dan memanfaatkan saluran hukum untuk mendesak lembaga tersebut agar segera memberikan penjelasan terkait kebijakan pembatasan akses ini. "Kami tidak akan diam. Kami akan terus berjuang untuk mendapatkan hak kami sebagai warga negara yang berhak mengakses informasi publik, dan kami akan menggunakan jalur hukum jika perlu," ujar Sinaga dengan tegas.
Peringatan Mengenai Transparansi
Beberapa pengamat pendidikan dan hak asasi manusia (HAM) juga mengingatkan bahwa tindakan yang membatasi akses informasi ini dapat menciptakan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan di Kabupaten Bekasi.
"Transparansi adalah kunci dalam pemerintahan yang baik. Jika Dinas Pendidikan benar-benar ingin menjalankan tugasnya dengan baik, maka mereka harus mengedepankan prinsip keterbukaan dan tidak takut terhadap pengawasan dari media dan masyarakat," kata seorang pengamat yang meminta identitasnya untuk tidak dipublikasikan.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi hingga berita ini diturunkan belum memberikan klarifikasi resmi terkait kebijakan tersebut. Para wartawan dan aktivis LSM menunggu respons lebih lanjut dari dinas terkait serta berharap ada perubahan sikap yang lebih terbuka dan akuntabel. (Red)