JAKARTA – Detik35.com
Forum Pers Independent Indonesia (FPII) dengan tegas menuntut agar Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Yandri Susanto dari jabatannya sebagai Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Aksi damai yang digelar pada Rabu, 5 Februari 2025, di depan kantor Kementerian Desa dan PDT di kawasan Salemba, Jakarta, ini dipicu oleh pernyataan kontroversial Menteri Yandri yang menyebut wartawan dengan istilah "Wartawan Bodrex" dalam sebuah unggahan media sosial. Istilah tersebut dinilai sangat merendahkan dan melecehkan profesi wartawan, yang menjadi bagian dari pengawasan demokrasi di Indonesia.
Dewan Pakar FPII, Lilik Adi Gunawan, yang memimpin orasi dalam aksi tersebut, menyatakan bahwa pernyataan Menteri Yandri Susanto telah menyinggung seluruh insan pers di Indonesia. Dalam orasinya, Lilik dengan tegas mengatakan bahwa FPII akan memberikan ultimatum kepada Menteri Yandri untuk segera meminta maaf kepada seluruh jurnalis di tanah air. "Jika permintaan maaf tidak segera dilayangkan, kami tidak segan-segan untuk membawa masalah ini ke ranah hukum," kata Lilik dengan suara lantang di hadapan massa.
Pernyataan Menteri Yandri yang menyebut "Wartawan Bodrex" sebagai kelompok yang mengganggu tugas kepala desa dianggap sangat tidak pantas dan tak sesuai dengan kedudukannya sebagai pejabat publik. FPII menilai bahwa ungkapan ini tidak hanya tidak profesional, tetapi juga merendahkan martabat profesi jurnalistik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Presidium FPII, Dra. Kasihhati, menyebut bahwa pernyataan Menteri Yandri mencerminkan ketidaktahuan atau bahkan ketidakpedulian terhadap hakikat dan perlindungan hukum yang diberikan kepada profesi wartawan di Indonesia. "Istilah 'Wartawan Bodrex' itu tidak dikenal dalam UU Pers, dan jelas telah melecehkan profesi wartawan. Menteri Yandri seharusnya memahami bahwa wartawan dilindungi oleh hukum, bukan justru dihina dengan istilah sembarangan," ujarnya dengan penuh penekanan.
Kasihhati juga mengingatkan bahwa Menteri Yandri Susanto selama menjabat telah terlibat dalam sejumlah kontroversi yang mencuat di publik. Salah satunya adalah insiden terkait penggunaan kop kementerian untuk urusan pribadi, yang dinilai tidak etis dan mencoreng citra kementerian. "Setelah kontroversi terkait penggunaan kop kementerian untuk kepentingan pribadi, kini Menteri Yandri kembali menambah masalah dengan melontarkan istilah yang melecehkan profesi kami. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi," lanjut Kasihhati.
Sementara itu, Sekretaris Nasional FPII, Irfan Denny Pontoh, dengan nada tegas menilai bahwa Menteri Yandri Susanto tidak memiliki pemahaman yang memadai mengenai hakikat pers dan kebebasan pers yang dijamin oleh negara. "Menteri Desa ini tidak paham tentang hakikat pers yang dilindungi oleh konstitusi dan UU Pers. Kami di FPII siap mengedukasi dia tentang apa itu kebebasan pers dan mengapa kami harus dilindungi dari tuduhan atau penghinaan seperti ini," ujar Irfan sambil tersenyum sarkastik.
FPII pun memberikan waktu hingga batas tertentu bagi Menteri Yandri untuk meminta maaf secara terbuka kepada wartawan di seluruh Indonesia. Jika permintaan maaf tersebut tidak dipenuhi, FPII mengancam akan melaporkan Menteri Yandri Susanto kepada pihak berwenang, dengan dalih pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap profesi yang dilindungi oleh hukum.
Setelah menyampaikan aspirasinya, massa FPII yang terdiri dari jurnalis dan aktivis media dengan tertib membubarkan diri. Namun, mereka menegaskan bahwa aksi ini baru akan berhenti jika Menteri Yandri Susanto menanggapi tuntutan mereka. "Kami tidak akan tinggal diam jika hak kami sebagai wartawan terus diremehkan," tegas Kasihhati sebelum massa meninggalkan lokasi.
Dengan aksi ini, FPII menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak wartawan dan menjaga kehormatan profesi yang selama ini berperan sebagai pilar pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan kehidupan sosial di Indonesia.(Red)