Jakarta ,Detik35.Com
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018–2023. Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun.
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025) malam.
Menurut Kejagung, modus korupsi ini melibatkan pengelolaan minyak mentah dan produk kilang yang tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. Dugaan praktik yang merugikan negara antara lain:
1. Pengurangan Produksi Kilang:
Produksi kilang dalam negeri sengaja diturunkan, menyebabkan minyak mentah lokal tidak terserap optimal dan harus diekspor dengan harga lebih rendah.
2. Impor Melalui Perantara (Broker):
Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, Pertamina justru mengimpor minyak mentah dan produk kilang melalui perantara dengan harga yang lebih tinggi, meningkatkan beban negara.
Dugaan praktik ini berdampak langsung pada kenaikan harga indeks pasar BBM, yang akhirnya memperbesar anggaran subsidi dan kompensasi yang ditanggung APBN.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk beberapa pejabat di lingkungan Pertamina. Ketujuh tersangka kini telah ditahan untuk 20 hari ke depan guna memperlancar proses penyidikan dan mencegah penghilangan barang bukti.
PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam proses penyelidikan. Perusahaan juga memastikan bahwa distribusi energi ke masyarakat tetap berjalan normal meskipun kasus ini sedang berlangsung.
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di sektor energi dalam sejarah Indonesia. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya guna mengembalikan kerugian negara dan memastikan tata kelola yang lebih transparan di masa mendatang.(Red)