Jakarta –Detik35.Com
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) resmi menetapkan FWLS, mantan Kapolres Ngada, sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025).
Berdasarkan hasil penyelidikan, FWLS terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, masing-masing berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang korban dewasa berinisial SHDR (20). Selain itu, FWLS juga diduga menyalahgunakan narkoba dan menyebarluaskan konten pornografi anak.
Sebelum penetapan tersangka, FWLS telah menjalani proses kode etik di Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri sejak 24 Februari 2025. Sidang kode etiknya dijadwalkan berlangsung pada 17 Maret 2025, yang kemungkinan besar akan berujung pada pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).
Dalam keterangannya, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, S.I.K., menegaskan komitmen Polri untuk menindak tegas setiap anggota yang melanggar hukum.
"Polri konsisten dan berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh personel, terutama yang menyangkut perlindungan anak. Kasus ini ditangani dengan penuh kehati-hatian dan mengacu pada prosedur hukum yang berlaku, sehingga setiap tindakan tersangka dapat dikonstruksikan sebagai tindak pidana terhadap hak-hak perlindungan anak," tegas Brigjen Trunoyudo.
Atas perbuatannya, FWLS dijerat dengan pasal berlapis, yakni:
Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebarluasan konten pornografi anak.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jika terbukti menyalahgunakan narkoba.
Saat ini, FWLS ditahan dan tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain serta motif di balik kejahatan ini. Polri memastikan proses hukum akan berjalan transparan dan profesional.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi kepolisian dan kembali menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap perilaku anggota Polri, terutama dalam melindungi hak-hak anak dari kejahatan seksual.(Redaksi)